rss

Rabu, 27 April 2011

Rebutan Koin Waga Dusun Klating


        Puluhan bocah dusun Klating berebut koin dalam sebuah peringatan sedekah bumi yang diselenggarakan di Makam Dowo. Kegiatan tersebut bertujuan melatih warga untuk beramal. Selain itu, kegiatan tersebut merupakan tradisi turun temurun setiap tahun.
        Tidak hanya bocah, sejumlah orang tua pun banyak yang berebut untuk bisa mendapatkan koin yang disebar dari atas. Akibatnya, aksi desak-desakan pun terjadi bahkan sampai bergelut dengan debu. Meski demikian, situasi tetap berjalan aman dan lancar.
        Aksi sebar koin ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur warga atas limpahan rejeki kepada Allah SWT. Rebutan koin seperti ini diadakan setiap tahun sekali saat warga Klating mengedakan sedekah bumi.
        Salah seorang bocah yang ikut rebutan koin bernama Agus menuturkan, pada aksi rebutan koin kali ini dirinya mengaku mendapatkan uang Rp. 60 ribu. Dia mengaku senang dengan adanya kegiatan tersebut meski harus berdesak-desakan berebut koin dan bergelut dengan debu dengan warga lainnya.
Lanjutkan Membaca...

Sabtu, 23 April 2011

MAKAM DOWO DESA KLATING

      Makam Dowo adalah salah satu legenda yang ada di Kabupaten Lamongan. Namun keberadaan legenda tersebut belum diketahui oleh banyak orang di Masyarakat Lamongan. Tetapi untuk Masyarakat Klating Legenda Makam Dowo ini tetap dilestarikan.
      Menurut legenda, Makam Dowo adalah tempat ditanamkannya “Jejer” (tempat tombak berasal dari kayu) milik seorang yang sakti bernama Ki Gedhe Sindhu Djojo yang pada zaman dulu beliau menjabat sebagai Adipati di Kadipaten Klating. “Jejer” tersebut oleh Masyarakat Klating dianggap memiliki pancaran kekuatan kesaktian dari Ki Gedhe Sindhu Djojo. Oleh karena itu, tempat ditanamkannya Jejer tersebut dikeramatkan. Bahkan sampai sekarang pun Masyarakat Dusun Klating masih takut untuk tidak mempercayai kesaktian Makam Dowo.
      Setahun sekali tepatnya pada saat musim panen Masyarakat Klating mengadakan pesta panen (sedekah bumi) di Makam Dowo dan disertai pertunjukan Wayang Kulit. Sebab menurut kepercayaan mereka bila saat musim panen tidak disertai pertunjukan wayang kulit yang dipersembahkan kepada Makam Dowo maka warga desa tersebut akan dilanda musibah. Selain itu, bila ada warga yang punya hajat tentu datang ke makam terlebih dahulu sambil membawa sesajen untuk mohon doa restu kepada Ki Gedhe Sindhu Djojo melalui Jejer tersebut agar selama melaksanakan acara hajatan tidak mendapatkan rintangan.
Lanjutkan Membaca...

Jumat, 22 April 2011

SEJARAH KLATING ( MBAH SINDU JOYO )

SEKILAS PROFIL DESA TAKERAN KLATING

     Disebelah selatan kota Lamongan, tepatnya sekitar 10 km dari arah kota ada sebuah desa yang bernama Takeran Klating yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tikung.
    Desa ini terdiri dari 6 (enam) dusun, yaitu : Klating, Mojolegi, Mojodalem, Takeran, Genceng dan Banjarkepuh. Penduduknya sebagian besar adalah petani dengan ditunjang adanya waduk sebagai sarana pengairan.
     Kehidupan mereka sangat harmonis dan bersahaja karena mayoritas penduduknya beragama Islam yang taat, ditambah dengan adanya pesantren dan para penganut thoriqoh di daerah itu sehingga semakin terasa kental nuansa keislamannya.
     Pendidikannya juga sangat maju dengan didukung adanya beberapa lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta yang berada dalam naungan Lembaga Ma’arif. Mulai dari RA, TK, SD, MI, MTs dan SMP.

ARTI DAN MAKNA LAMBANG DESA TAKERAN KLATING


AKOLADE SEGI ENAM adalah gugusan dusun yang dinaungi kedamaian, artinya memiliki misi perdamaian yaitu membentuk persatuan dan kesatuan atas dasar pancasila.
BINTANG BERSUDUT LIMA adalah menegakkan kehidupan beragama yang sehat, beriman, bertaqwa dan berilmu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
PADI DAN KAPAS adalah berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat untuk menuju kemakmuran dan keadilan social.
ANAK TANGGA adalah tahapan untuk mencapai suatu tujuan kemakmuran dan pembangunan fisik maupun mental yang dilaksanakan.
PENDOPO adalah melambangkan tanda kebesaran desa Takeran Klating.
TAKARAN DAN KERIK adalah sarana untuk pemerataan kemakmuran dan pembangunan sesuai dengan hak dan kewajiban dalam kehidupan dan bermasyarakat.
TOMBAK adalah menjaga keutuhan persatuan dan kesatuaan untuk mencegah timbulnya permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dari masyarakat luar ataupun dalam.
ANAK PANAH adalah harapan masyarakat dalam mewujudkan kemjuan pembangunan secara berkesinambungan tepat pada sasaran dan petunjuk yang menjadi harapan bersama.
BURUNG PERKUTUT adalah sebagai mascot desa dan mengumandangkan perstuan dan kesatuan untuk menuju masyarakat yang adli dan gema ripa loh jinawi tentram dan makmur yang menjadi dambaan bersama.
LIMA BUAH MAJA adalah sebagai wujud rasa persatuan dan kesatuan antara pemerintah, ulama, masyarakat, keluarga. Dan individu yang saling mendukung.

SEJARAH SINDU JOYO KI GEDE KLATING
DESA TAKERANKLATING TIKUNG – LAMONGAN

     Ada 2 (dua) sahabat (santri) kanjeng Sunan Giri yang menyebarkan ajaran Agama Islam ke desa-desa, yaitu JAMALUDDIN DAN SYAHID. Pada suatu hari keduanya sampai pada suatu tempat di bendungan telaga, tepatnya di desa Takeran Klating untuk menunaikan ibadah sholat maghrib dan qur’an mereka ditaruh diatas bendungan. Yang akhirnya telaga tersebut dinamakan TELAGA KORO’AN dari kata qur’an.
     Ketika mereka sedang menunaikan sholat ada salah seorang dari anak buah KI GEDE SINDU JOYO ( Pembesar Desa Klating ) lihat mereka. Dalam versi lain mengatakan bahwa KI GEDE SINDU JOYO adalah putera dari sesepuh Klating yang bernama KYAI KELING dengan nama kecil MAHARDITA. Dan anak buah KI GEDE SINDU JOYO tadi mengira mereka berdua adalah dua ekor Celeng ( BABI ), karena posisi mereka itu sedang sujud sehingga sekilas dalam kegelapan seperti hewan Celeng. Kemudian dia melapor pada KI GEDE SINDU JOYO, bahwa dia melihat dua ekor Celeng yang masuk ke Desanya. KI GEDE SINDU JOYO kemudian mendatangi tempat tersebut untuk menyatakan berita itu. Tanpa melihat dengan jelas KI GEDE SINDU JOYO langsung melemparkan TOMBAKnya kearah kedua satri tersebut, sehingga mengenai salah satu diantaranya yaitu JAMALUDDIN.
     Keduanya kemudian lari untuk menyelamatkan diri dari kejaran KI GEDE SINDU JOYO dan anak buahnya. Setelah lari sekian jauh akhirnya kelelahan, kemudian mereka beristirahat untuk melepas lelah dan meluruskan kaki ( Jawa = Lenjer ) sehingga pada akhir jaman tempat tersebut dinamakan desa LENJER.
     Dirasa cukup beristirahat mereka berdua kemudian melanjutkan perjalanan, tapi tak lama kemudian mereka berhenti lagi karena JAMALUDDIN merasa kesakitan sampai terluntah – luntah ( Jawa = Mumbul – mumbul ). Hingga pada akhir jaman tempat tersebut dinamakan BULAN/PENGUMBULANNADI.
     Selanjutnya mereka meneruskan perjalanan dan kemudian bersembunyi disuatu tempat untuk menhindari dari kejaran KI GEDE SINDU JOYO dan anak buahnya. Hingga pada akhir jaman tempat persembunyian itu dinamakan DELIK ( Jawa ; Delik = sembunyi ).
     Setelah dirasa cukup aman mereka meneruskan lagi perjalanannya kearah utara. Ditengah perjalanan luka JAMALUDDIN mengeluarkan banyak darah sampai kira-kira 1 baskom ( Baskom = Jawa ; Kemaron ). Hingga pada akhirnya tempat tersebut disebut Desa KEMARON/PENGARON. Kemudian keduanya meneruskan perjalanan, tapi setelah dirasa tidak kuat menahan sakit, akhirnya JAMALUDDIN berhenti untuk beristirahat. Sedang SYAHID temannya meneruskan perjalanan kembali ke Gresik untuk melapor pada Kanjeng Sunan Giri Gurunya tentang kejadian yang telah dialaminya.
     Setelah itu oleh Kanjeng Sunan Giri dia diberi kendi yang nanti airnya harus diminum oleh JAMALUDDIN agar lukanya sembuh. Tapi takdir berkehendak lain, setelah SYAHID sampai ditempat semula ternyata JAMALUDDIN sudah wafat. Sehingga tempat itu sekarang disebut dengan Desa JOTOK ( Sekarang lebih dikenal dengan desa JOTO SANUR / Jawa ; Jotok = tempat akhir).
     Karena belum sempat diminumkan pada JAMALUDDIN akhirnya air kendi tersebut dibuang kedalam sumur yang ada ditempat itu. Menurut riwayat pada suatu hari air sumur tersebut diminum oleh seekor kerbau dan terjadi keajaiban.
     Ternyata setelah minum dari air sumur tersebut kerbau menjadi kebal terhadap senjata apapun. Sehingga oleh penduduk setempat sumur tersebut kemudian ditutup ( ditutup = dijubel ; jawa ), agar jangan sampai diminum oleh orang-orang. Akhirnya sumur tersebut dinamakan SUMUR JUBEL.
     Kembali pada satri Kanjeng Sunan Giri tadi, setelah JAMALUDDIN wafat kemudian jasadnya dibawa kesuatu tempat untuk dimandikan/disucikan. Yang kemudian termpat tersebut dinamakan DESA KERAMAT, karena menjadi tempat disucikannya jasad JAMALUDDIN.
     Namun meurut versi juru kunci makam, dinamakan DESA KERAMAT karena tempat dikuburkannya pakaian JAMALUDDIN yang berlumuran darah.

DITANDU ORANG SEMBILAN

     Setelah jasad JAMALUDDIN dimandikan dan disholatkan terjadilah keanehan, ketika jasadnya akan diangkat 4 (empat) orang ternyata tidak bisa mengangkatnya. Kemudian ditambah lagi 5 (lima) orang, masih tidak kuat juga, sampai seterusnya. Tapi ketika diangkat dengan 9 (Sembilan) orang, ternyata jasad tersebut baru bisa diangkat.
    Kemudian dibawa ke pemakaman, tapi lagi-lagi terjadi keanehan yaitu ketika sampai di pemakaman, jasad JAMALUDDIN tidak bisa diturunkan. Seakan – akan memaksa orang-orang yang menggotongnya untuk mengikuti kemauannya. Setelah lama berjalan kearah barat kira-kira 10 km, akhirnya jasad tersebut baru bisa diturunkan. Dan disitu kemudian jasad SYEH JAMALUDDIN disemayamkan. Akhirnya desa tempat dimakamkannya SYEH JAMALUDDIN dinamakan DESA SUKOSONGO Kec. Kembangbahu – Lamongan.

MENINGGALNYA KI GEDE SINDU JOYO

     Setelah mengetahui JAMALUDDIN wafat, Kanjeng Sunan Giri tidak terima dan memanggil KI GEDE SINDU JOYO untuk menghadap dan mempertanggung jawabkan perbuatannya.
     Tapi ternyata KI GEDE SINDU JOYO tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya, dan malah mengejek Kanjeng Sunan Giri untuk adu kekuatan dengannya. Akhirnya terjadilah pertempuran diantara keduanya, yang menyebabkan KI GEDE SINDU JOYO meninggal dunia. Dan akhirnya dikubur di Desa KARANG POH Lumpur Gresik. Ada yang mengatakan dikuburkan di KARANG MBOLET.
     Menurut versi lain menceritakan bahwa setelah KI GEDE SINDU JOYO kalah adu kekuatan dengan Kanjeng Sunan Giri Akhirnya dia minta ma’af dan menjadi murid Kanjeng Sunan Giri. Kemudian KI GEDE SINDU JOYO oleh Kanjeng Sunan Giri ditempatkan disuatu daerah untuk menyebarkan ajaran Agama Islam.
     Di tempat itu disamping berdakwah dia juga bercocok tanam dan memelihara hewan. Tanaman yang ditanam diantaranya adalah umbi-umbian ( umbi = jawa;bolet ). Sehingga tempat yang ditempati sampai akhir hayatnya dinamakan KARANG MBOLET, Lumpur Kab. Gresik. Tapi menurut MBAH SUFAAT Juru Kunci Makam mengatakan bahwa makam KI GEDE SINDU JOYO sebenanya ada di KARANG POH. Sedangkan makam yang ada di Desa Kroman adalah tempat Riyadlohnya KI GEDE SINDU JOYO. Adapun makam yang ada di Desa KLATING adalah tempat TOMBAK KI GEDE SINDU JOYO dikuburkan.

DIHANYUTKAN DI LAUT

     Kembali ke versi pertama, akhirnya berita tewasnya KI GEDE SINDU JOYO sampai pada anaknya yang berada di KLATING yang bernama KI GEDE PUDAK JOYO. Karena tidak terima dengan kematian ayahnya, akhirnya KI GEDE PUDAK JOYO mendatangi tempat Kanjeng Sunan Giri untuk membalaskan kematian ayahnya. Setelah sampai tujuan terjadilah pertempuran antara Kanjeng Sunan Giri dan KI GEDE PUDAK JOYO yang akhirnya PUDAK JOYO disabdo oleh Kanjeng Sunan Giri, dihanyutkan ke laut dengan hanya mengapung di atas daun Pisang selama bertahun-tahun lamanya. Dia tidak akan bisa naik ke daratan sebelum masa hukumannya habis.
     Akhirnya pada suatu hari KI GEDE PUDAK JOYO mendengar suara hewan merintih seperti minta tolong. Setelah didekati ternyata ada seekor anak buaya putih (BAJUL PUTIH) yang terjepit diantara bebatuan laut. Kemudian bajul putih tersebut meminta tolong kepada KI GEDE PUDAK JOYO untuk melepaskan dirinya dari jepitan batu tadi dengan berjanji bila ia mau menolongnya maka dia akan membantu KI GEDE PUDAK JOYO ketika ada masalah/menghadapi kesulitan.
     Akhirnya KI GEDE PUDAK JOYO mau mengeluarkan bajul putih dari jepitan batu tadi dan KI GEDE PUDAK JOYO akhirnya naik ke daratan karena telah habis masa hukumannya.

KEBO MAS DAN SAYEMBARA

     Pada suatu hari terjadi pertempuran antara Kanjeng Sunan Giri dengan KI GEDE KIDANG GRINGSING, ada yang mengatakan namanya KI GEDE KIDANG PALEH (MBAH SUFAAT) dari Negara GUMENO yang akhirnya Kanjeng Sunan Giri merasa kuwalahan menghadapi pertempuran itu dan beliau membuat sayembara yang isinya berbunyi : ”Bagi siapa saja yang bisa mengalahkan KI GEDE KIDANG GRINSING maka akan diberi separuh kekuasaan dari wilayah yang dikuasainya.
     Berita ini akhirnya sampai juga ketelinga KI GEDE PUDAK JOYO, dia pun mempunyai keinginan untuk mengikuti sayembara itu. Akhirnya dia teringat akan janji dari Bajul Putih yang pernah ditolongnya. Kemudian dia pergi menemui Bajul Putih untuk mengutarakan keinginannya dan menagih janji yang dulu pernah diucapkan oleh Bajul Putih.
     Oleh Bajul Putih, dia pun ditolong dengan cara dimasukkan kedalam perut kerbau yang kulitnya berwarna emas (Jawa : Kebo Mas ). Kemudian Kebo Mas tadi diarahkan oleh Bajul Putih kearah Negara GUMENO dan langsung menuju masjid yang ada di Kota itu. Sebelumnya Bajul Putih sudah memberitahu pada KI GEDE PUDAK JOYO apabila sudah ada di dalam masjid dan melihat bayangan hitam makam harus ditubruk
     Dan ternyata benar bahwa di dalam masjid memang ada bayangan hitam dan langsung ditubruk oleh KEBO MAS yang ada di dalam perutnya ada KI GEDE PUDAK JOYO.
     Ternyata bayangan hitam itu adalah KI GEDE KIDANG GRINSING. Akhirnya KI GEDE KIDANG GRINSING pun tewas terkena tandukan KEBO MAS. Dan nama KEBO MAS akhirnya diabadikan menjadi nama suatu Desa/Daerah di Kota Gresik Sekarang.
     Setelah berhasil mengalahkan KI GEDE KIDANG GRINSING, akhirnya KI GEDE PUDAK JOYO melapor pada Kanjeng Sunan Giri bahwa dia telah berhasil membunuh KI GEDE KIDANG GRINSING atas bantuan Bajul Putih. Tapi dia tidak meminta imbalan apapun seperti yang telah dijanjikan oleh Kanjeng Sunan Giri dalam Sayembaranya.
     Dia hanya meminta bila sewaktu-waktu ajalnya tiba mohon dikubur di dekat ayahnya yaitu KI GEDE SINDU JOYO di Karang Mbolet/Karang Poh.
     Dan juga meminta agar Kanjeng Sunan Giri mencabut kembali Sabdonya yang telah berakibat buruk pada warganya yang berada di KLATING serta mendo’akan agar warga KLATING menjadi orang islam yang baik.
     Permintaan itu pun dikabulkan, dan oleh Kanjeng Sunan Giri Warga Klating diharamkan untuk makan daging Celeng/Babi.

     Sekian sejarah Desa Klating yang disalin dari tulisan BAPAK MAT ( Kepala Desa TakeranKlating) tanggal 2 September 1968 dan dari beberapa sumber lain.

MAKAM MBAH SINDU JOYO (Depan)

 MAKAM MBAH SINDU JOYO (Samping)

PINTU GERBANG AREA MAKAM MBAH SINDU JOYO
PINTU MASUK MAKAM MBAH SINDU JOYO

MAKAM JURU KUNCI MAKAM MBAH SINDU JOYO
AULA MAKAM MBAH SINDU JOYO
Lanjutkan Membaca...

Blog Archive

Labels