rss

Sabtu, 25 Juni 2011

PERANAN GURU


 A.    Guru Berkedudukan sebagai Profesional
            Dalam ilmu sosiologi kita bisa menemukan dua istilah yang akan selalu berkaitan, yakni status (kedudukan) dan peran sosial di dalam masyarakat. Status biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi suatu kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain. Sedangkan peran merupakan sebuah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu tersebut.
            Status sebagai guru dapat dipandang sebagai yang tinggi atau yang rendah, tergantung dimana ia berada. Sedangkan perannya yang berkedudukan sebagai pendidik seharusnya menunjukkan kelakuan yang layak sesuai harapan masyarakat, dan guru diharapkan berperan sebagai tauladan dan rujukan dalam masyarakat dan khususnya anak didik yng diajar. Guru tidak hanya memiliki satu peran saja, ia bisa berperan sebagai orang yag dewasa, sebagai seorang pengajar dan sebagai seorang pendidik, sebagai pemberi contoh dan sebagainya.

            Apabila kita cermati, sebenarnya status dan peran guru tidaklah selalu seragam dan bersifat konsisten sebagai mana tersirat di atas. Ini sesuai dengan standart apa dan mana yang dipakai dalam menentukan keduanya. Penilaian status dan peran pada seorang guru di pedesaan tidaklah sama dengan penilaian status dan peran terhadap seorang guru di perkotaan. Dalam masyarakat industrial dan materialis status dan peran seorang guru tidaklah se-urgen paa masyarakat sederhana atau masyarakat pertanian.
            Setelah itu salah satu peran guru adalah sebagai profesional. Jabatan guru sebagai profesional menuntut peningkatan kecepatan dan mutu keguruan secara berkesinambungan. Guru yang berkualifikasi profesional yaitu guru yang tahu secara dalam tentang apa yang diajarkannya, cakap dalam cara mengerjakannya secara efektif serta efisien, dan guru tersebut punya kepribadian yang mantap. Selain itu, integritas diri serta kecepatan keguruannya juga perlu ditumbuhkan serta dikembangkan.
            Setelah kita menganggap bahwa status guru merupakan sebuah jabatan yang profesional menurut Semana (1994), ia pun dituntut untuk bisa berperan dan menunjukkan citra guru yang ideal dalam masyarakatnya. Dalam hal ini J. Sudarminto, 1990 (dalam Semana,1994) berpendapat bahwa citra guru yang ideal adalah sadar dan tanggap akan perubahan zaman, pola tindak keguruannya tidak rutin, guru tersebut maju dalam penguasaan dasar keilmuan dan perangkat instrumentalnya (misalnya sistem berfikir, membaca keilmuan kecakapan problem solfing, seminar dan sejenisnya). Yang diperlukannya untuk belajar lebih lanjut atau berkesinambungan. Selain itu guru hendaknya bermoral tinggi dan beriman yang mendalam, seluruh tingkah lakunya (baik yang berhubungan dengan tugas keguruannya ataupun sisialitasnya sehari-hari digerakkan oleh nilai-nilai luhur dan taqwanya terhadap Tuhan Yang Maha Esa). Secara nyata guru tersebut harus bertindak jujur, disiplin, adil, setia, susila dan menghayati iman yang hidup.
            Guru juga harus memiliki kecepatan kerja yang baik dan kedewasaan berfikir yang tinggi sebab guru sebagai pemangku jabatannya yang profesional merupakan posisi yang bersifat strategis dalam kehidupan dan pembangunan masyarakat. Guru juga harus terus bisa memantapkan posisi dan perannya lewat usaha-usaha mengembangkan kemampuan diri secara maksimal dan berkesinambungan dalam belajar lebih lanjut. Salah satu yang melandasi pentingnya guru harus terus berusaha mengembangkan diri karena pendidikanberlangsung sepanjang hayat. Hal ini berlaku untuk diri guru dan siswa dimana usaha sesorang untuk mencapai perkembangan diri serta karyanya tidak pernah selesai (hasilnya tidak pernah mencapai taraf sempurna mutlak). Selain itu bahwa sistem pengajaran, materi pengajaran dan penyampaiannya kepada siswa selalu perlu dikembangkan. Hal ini merupakan dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya pengembangan sistem pengajaran, pembenahan isi serta teknologi organisasi materi pengajaran dan pencarian pendekatan strategi, metode, teknik pengajaran (perkembangan diri siswa) selalu perlu dikaji dan atau dikembangkan demi efektivitas dan efisiensi kerja kependidikan.



B.     Peranan Guru Terhadap Anak Didik
            Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada rnereka. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi meniadi dua jenis menurut sittlasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proEes belajar mengajar di kelas dan dalarn situasi informal di luar kelas.
            Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya.  Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat rnendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid rarnai sendiri sehingga menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara tertentu.
            Tentunya hal di atas juga harus disertai dengan adanya keteladanan dan kewibawaan yang tinggi pada seorang guru. Keteladanan sangatlah penting. Hal ini sejalan dengan teori "Mekanisme Belajar" yang disampaikan David O Sears (1989) bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak. Yang pertama adalah asosiasi atau classical condotioning ini berdasarkan dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing tersebut belajar rnengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata "Nazi"' biasanya diasosiasikan dengan kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.
            Mekanisme belajar yang kedua adalah reinforcement, orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas penghinaan yang diterirnanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang sang profesor di kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang profesor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya kembali.
            Mekanisme belajar utama yang ketiga adalah imitasi. Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu. Anak-anak remaja mungkin menentukan sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap rnodel.
            Di antara ketiga macam mekanisme belajar di atas, imitasi adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua si anak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat kedua bagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah seorang guru harus bisa merurnjukkan sikap dan keteladanan yang baik dihadapan murid-muridnya biar dikemr.tdian hari tidak akan ada istilah ”guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.
            Selain keteladanan, kewibawaan juga perlu. Dengan kewibawaan guru menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar mengajar. Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin ($. Nasution, 1995).

C.    Peranan Guru Dalam Masyarakat
            Peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
            Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi rnereka dalam bekerja, Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
            Penghargaan atas peranan guru di negara kita bisa dibedakan menjadi dua rnacam. Pertarna penghargaan sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Dilihat dari sikap-sikap sosial anggota masyarakat serta penempatan posisi guru dalam stratifikasi sosial masyarakat yang bersangkutan. Hal semacam ini akan tampak jelas kita amati pada mayarakat pedesaan yang mana mereka selalu menunjukkan rasa horrnat dan santun terhadap para guru yang rnenjadi pengajar bagi anak-anak rnereka. Mereka (masyarakat) lebih biasa memberi kata-kata sapaan santun terhadap guru seperti pak guru, mas guru dan sebagainya daripada profesi-profesi yang lain.
            Kedua adalah penghargaan ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa besar gaji yang diterima oleh guru. Dengan kondisi gaji guru-guru di Indonesia sampai tahun 2000 an ini, tidak mungkin menjadi sejahtera dalam hal ekonomi hanya dengan pekerjaan mangajarnya saja. Hal inilah yang menjadikan kurang maksimalnya peranan guru dalam menjalankan tugas mengajar apalagi melakukan pengabdian pada masyarakat.
            Dalam perspektif perubahan sosial guru yang baik tidak saja harus mampu melaksanakan tugas profesionalnya di dalam kelas. namun harus pula berperan melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di luar kelas atau di dalam masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
            Di rnasyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain. Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai stake holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tutodho, Ing Madya Mangun Karso, Tutwuri Handayani.
            Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai  ”pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat secara holistik. Tentunya para guru harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat.

D.    Peranan Guru terhadap Guru Lain
            Kalimat di atas rnengandung makna bahwa seorang guru harus  bisa berperan untuk kepentingan komunitasnya sendiri, yakni komunitas para guru. Sebagai sebuah profesi, biasanya bungan antar guru satu dengan guru yang lainnya diwadahi oleh organisasi yang menaungi dan mewadahi aspirasi mereka. Di negara kita organisasi yang menaungi para guru, misalnya : PGT (Persatuan Guru TK), PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) dan sebagainya. Lewat organisasi-organisasi ini para guru bisa saling berkomunikasi dan memperjuangkan kepentingan bersama mereka dengan semangat kebersamaan yang tinggi sehingga apa yang menjadi keinginan para guru relatif lebih mudah dicapai.
            Pertanyaaan yang mendasar sehubungan dengan jenis-jenis organisasi profesi keguruan tersebut adalah sejauh mana program serta kegiatannya menyentuh kebutuhan diri guruserta pengembangan karirnya?. Secara operasional seharusnya perjuangandan pembinaan yang dilakukan oleh organisasi profesi keguruan tersebut dapat mengangkat martabat guru yang menjadi anggotanya, memberi perlindungan hukum bagi guru, meningkatkan kesejahteraan hidup guru, memandu serta mengusahakan peluang untuk pengembangan karir guru, dan membantu ikut memecahkan konflik-konflik dan masalah-masalah yang dialami atau yang dihadapi oleh para guru.

Lanjutkan Membaca...

QUANTUM TEACHING DALAM PERSPEKTIF

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG MASALAH
  2. RUMUSAN MASALAH
  3. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN
  4. METODE PENELITIAN
  5. PENELITIAN TERDAHULU
  6. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Ada keprihatinan yang perlu ditanggapi dan direspon secara serius di Negeri kita berkenaan dengan pendidikan. Tampaknya pendidkan belum dianggap sebagai salah satu faktor pokok penyebab terburuknya bangsa ini. Terbukti bahwa tudingan-tudingan sebagian besar pengamat, apalagi para politisi hanya diarahkan pada ekonomi dan politik. Pendidikan seolah bukan bagian pokok penyeba nyaris ambruknya negeri ini.
            Realitas ini menunjukkan kapasitas dan wawasan bangsa ini masih belum bisa berpikir jauh ke depan. Artinya kapasitas dan wawasan kita rnasih berkutat pada kondisi kekinian saja sehingga solusi dan pemecahan problem juga rnelulu bersifat teknis-pragmatis, tidak strategis jangka panjang.(Sidi, 2001:3) Memang solusi teknis-pragmaris sangat dibutuhkan, tetapi mestinya solusi tersebut tidak mengorbankan program-program strategis jangka panjang karena itu diperlukan keberanian untuk menetapkan prioritas dibidang pendidikan sehingga sektor-sektor yang lain mengalarni penghematan. Mestinya kita semua tidak takut untuk berpihak dan kita sama-sama mengikat pinggang demi rneningkatkan pendidikan.
            Pendidikan merupakan program strategis jangka panjang. Karena itu, kerja-kerja dan perbaikan serta peningkatan bidang pendidikan tidak bisa dijalankan secara reaktif, sarnbil lalu dan sekenanya, melainkan mesti dcngan cara proaktif, intensif dan strategis.

            Membicarakan pendidikan melibatkan banyak hal yang harus direnungkan sebab, pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. (Nur Cholish Madjid dalam Sidi, 2001:xi) Dalam Bahasa Agama, demi memperoleh ridlo atau perkenan Allah. Sehingga keseluruhan tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlaq karirnah), atas dasar iman kapada Allah dan tanggung jawab pribadi dihari kernudian.
            Dalam hal pendidikan Islam, maka Affandi Mochtar menyatakan bahwa kebijaksanaan pengernbangan pendidikan Islam pada masa depan harus diorientasikan pada target keunggulan mengingat tantangan kompetisi baik pada tingkat lokal maupun global yang semakin luas. (Affandi Mochtar dalam Rahirn,200l:xi) Gagasan seperti ini akan semakin baik apabila juga diikuti dengan pola kebijaksanaan yang adil dan tidak diskrirninatif dengan memberikan peluang dan dukungan yang seimbang terhadap semua bentuk lembaga pendidikan yang berkembang di masyarakat.
            Diantara kendala besar yang dihadapi untuk rnenjadi lembaga pendidikan yang unggul dan berkualitas adalah rendahnya kualitas kegiatan belajar mengajar (KBM), Lebih khusus lagi disebabkan oleh rendahnya daya kreativitas. dan profesionalisme Guru Dalam pengelolaan kelas, termasuk bagaimana menyusun Langkah-langkah dalam proses pengajaran yang seharusnya. Misalnya guru belum terbebas dari penerapan metode Pelajaran yang masih terlalu mementingkan subject matter (seperti terlihat dalam Garis-garis besar program pengajaran, GBPP, yang rigid) daripada siswa, dalam hal ini siswa sering merasa dipaksa untuk menguasai pengetahuan dan rnelahap informasi daripada Guru tanpa memberi peluang kepada para siswa untuk melakukan perenungan secara kritis. Pada gilirannya kondisi seperti ini melahirkan proses belajar-mengajar rnenjadi satu arah. Guru memberikan berbagai pelajaran dan informasi menurut GBPP, sedang siswa dalam kondisi terpaksa harus menelan. dan rnenghafal secara mekanis apa-apa yang telah disampaikan oleh guru. Guru menyampaikan pernyataan-pernyataan, dan murid mendengarkan dengan patuh. Pendidikan menjadi sangat analog dengan kegiatan menabung, dimana guru menjadi penabung dan murid adalah celengannya. (Sidi,2001:27).
            Metode pengajaran semacam ini mengakibatkan para siswa menjadi tidak memiliki keberanian untuk rnengemukakan pendapat, tidak kreatif dan mandiri, apalagi untuk berpikir inovatif dan problem solving, suasana belajar yang penuh keterpaksaan itu berdampak pada hilangnya upaya mengaktivasi potensi otak, sehingga potensi otak yang luar biasa itu belum pernah berhasil mengaktual, dan pada akhirnya mempengaruhi kualitas lulusannya.
            Dengan demikian sebuah metode yang lebih cocok bagi para siswa di masa sekarang ini harus ditemukan, untuk kentudian diterapkan. Apapun nama dan istilah metode tersebut tidak jadi soal, asalkan ia lebih menekankan peran aktif para siswa. Guru tentu saja tetap dianggap lebih berpengalaman dan lebih banyak pengetahuannya, tetapi ia tidak pemegang satu-satunya kebenaran. Sebab, kebenaran bisa saja datang dari para siswa.
            Sehubungan dengan masalah ini dan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah ditemukan rancangan system pengajaran yang dikenal dengan istilah Quantum Teaching, yaitu rancangan system pengajaran yang menggairahkan dan bertumpu pada prinsip-prinsip dan teknik-teknik Quantum Learning di ruang-ruang kelas di sekolah. Dengan kata lain system pengajaran ini dirancang untuk mempraktekkan secara terstruktur dan terarah metode Quantum Learning di ruang kelas. Systern pengajaran ini diformulasikan untuk mencetak siswa-siswa yang tak hanya memiliki keterampilan akademis, tetapi juga memiliki keterampilan. hidup (life skill) sebuah keterampilan penting yang penggunaannya tidak dibatasi oleh dinding-dinding ruangan kelas, melainkan oleh langit, udara, laut dan bumi.(Hernowo dalam Porter,2002:xvii).
            Quantum Teaching merangkaikan hal-hal yang dianggap terbaik rnenjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan kornpatibel dengan otak, yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi.(Porter,2002:4).
            Sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah diterapkan, Quantum Teaching menawarkan suatu sintesis dari cara-cara baru untuk memaksimalkan dampak usaha pengajaran melalui perkembangan hubungan penggubahan belajar, dan penyarnpaian kurikulum. Metodologi ini dibangun berdasarkan pengalaman delapan belas tahun dan penelitian terhadap 25.000 siswa dan sinergi pendapat dari .ratusan guru.(Porter,2002:4)
            Quanturn Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk rnenciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar.(Porter,2002:4)
            Quantum Teaching merupakan karya Bobbi De Porter, Kepala Learning Forum, sebuah perusahaan yang berbasis di Oceanside, California. Dia seorang profesional di bidang pendidikan dan mempunyai daya kreatifitas yang sangat mengagurnkan.
            Dalarn Islam, setiap pekerjaan termasuk pekerjaan guru harus dilakukan secara profesional, dalam arti dilakukan secara benar. Itu hanya rnungkin dilakukan oleh orang yang ahli. Karena bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli maka tunggulah kehancurannya. Kehancuran di sini dapat diartikan secara terbatas dan bahkan juga sampai berantai dan berakibat terjadinya kehancuran secara luas.
            Dengan memperhatikan latar belakang di atas, rnenambah pemahaman pentingnya mengusahakan target keunggulan di bidang pendidikan Islam dalam menghadapi tuntutan perkembangan zaman diantaranya dengan mengusahakan profesionalisme guru agama. Hal ini mendorong penulis disini untuk rnengambil judul tentang QUANTUM TEACHING DALAM PERSPEKTIF PROFESIONALISASI GURU AGAMA ISLAM.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
  1. Apakah Quantum Teaching itu dan apa yang rnenjadi landasan, asas utama, prinsip-prinsip serta bagaimana cara perancangan pengajaran dan penyajiannya ?
  2. Apakah profesionalisme guru itu dan apa saja yang menjadi kriteria serta bagaimana cara melaksanakan pembinaannya ?
  3. Apakah pengertian pendidikan Islam itu dan bagairnanakah posisi guru dalam pendidikan Islam ?
  4. Bagaimana profesionalisrne guru dalam pendidikan Islam dan apa saja syaratnya ?
  5. Bagaimana hubungan Quantum Teaching dengan pendidikan Islam dan peranannya dalam meningkatkan profesionalisrne guru agama Islarn ?
  6. Apa saja yang menjadi faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan Quantum Teaching dalarn profesionalisasi guru agarna Islarn ?
C.    Tujuan dan Kegunaan penelitian
            Berdasarkan rumusan di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu :
  1. Untuk mengetahui pengertian Quanturn Teaching, landasan, asas utama, prinsip-prinsip, cara perancangan pengajaran dan penyajiannya.
  2. Untuk rnengetahui pengertian profesionalisme guru, kriteria-kriterianya dan cara melaksanakan pembinaanya.
  3. Untuk mengetahui pengertian pendidikan Islam dan posisi guru dalarn pendidikan Islarn.
  4. Untuk mengetahui hakekat profesionalisme guru dalam pendidikan Islam dan apa saja syaratnya.
  5. Untuk mengetahui hubungan Quanturn Teaching dengan pendidikan .Islarn dan peranannya dalarn rneningkatkan profesionalisrne guru agama Islarn.
  6. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan Quantum Teaching dalarn profesionalisasi guru agarna Islarn.
            Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
  1. Bahan masukan bagi pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama dalam mengoptimalkan mutu profesi aparatnya di bidang pendidikan
  2. Bahan masukan bagi pihak lernbaga pendidikan dalarn upaya meningkatkan pencapaian sasaran pernbinaan guru dan murid.
  3. Bahan masukan bagi setiap guru agama Islam dalam rangka meningkatkan mutu profesinya.
D.    Metode Penelitian
            Berdasarkan tinjauan atas judul diatas, maka penelitian ini dikategorikan riset kepustakaan (library research) dan termasuk tipe penelitian kualitatif. Penelitian semacam ini sepenuhnya menempatkan interpretasi nilai kualitatif.
            Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan datanya, dilakukan dengan cara pangkajian dan pemilihan data-data yang relevan dan sumber pustaka utama dan dilengkapi dengan sumber pustaka pendukung. Sumber pustaka utama dalarn penelitian ini antara Iain Quantum Teaching oleh Bobbi De Porter, terjemahan oleh Ary Nilandari; Ilmu Pendidikan dalarn perspektif Islam oleh Ahmad Tafsir; Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar oleh Departernen Pendidikan dan Kebudayaan 1994; Menuju Masyarakat Belajar oleh Indra Djatu Sidi; Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar oleh Made Pidarta; Meningkatkon Efektivitas Mengajar oleh Soekartawi ; Pengelolaan Kelas dan Siswa Sebuah Pendekatan Evaluatif oleh Suharsimi Arikunto; Asas-asas Pendidikan Islam oleh Hasan Langgulung; dan Metodologi Pengajaran Agama Islam oleh Ramayulis. Surnber pustaka pendukungnya adalah Metodik Khusus Pendidikan Agama oleh Zuhairini dkk.; Al-Qur'an Berbicara tentang Akal dan llmu Pengetahuan oleh Yusuf Qardhawi; Kreatifitas Pendidikan Islam oleh Hasan Langgulung; Quantum Learning oleh Bobbi De Porter dan Mike Hernacki; Cara-cara Efek Mengasuh Anak dengan EQ oleh Maurice J. Elias dkk,; SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam berfikir Integralistik dan, Hotislik untuk Memaknai Kehidupan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, Transformasi Pendidikan oleh Mochtar Buchori; Kecerdasan Ruhaniah ( Transcendental Intelligence) oleh Toto Tasmara; Revolusi Belajar untuk Anak oleh Bob Samples; dan yang lain-lainnya.
            Setelah data-data terkumpul rnaka penulis rnencoba menghubungkan antara Quantum Teaching dengan perspektif profesionalisasi guru agama Islam. Disini juga dibahas tentang pengertian profesionalisme guru, kriteria suatu profesi serta pandangan Islam tentang profesionalisme. Data-data yang telah terkumpul ini juga selanjutnya akan diolah dan dianalisis.
            Di sini pengolahan data dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan antara lain metode-metode sebagai berikut :
  1. Metode deduktif, yakni mengadakan pengkajian, berangkat dari kaidah-kaidah yang bersifat umum kemudian diterapkan pada keadaan yang bersifat khusus.
  2. Metode induktif, yakni merumuskan permasalahan yang bertitik tolak pada kaidah-kaidah khusus untuk ditarik rumusan yang bersifat umum
  3. Metode komparatif, yakni dengan cara membandingkan satu pendapat dengan pendapat lainnya untuk memperoleh suatu kesirnpulan.
            Sedangkan metode analisis yang digunakannya adalah analisis dokumenter atau analisis isi (content analysis) (Furchan, 1982 : 428). Penggunaan metode ini dilakukan secara rasional dan sistematis, sesuai dengan cara berfikir ilmiah yang lazim. Tahap akhir proses analisis ini adalah penarikan kesirnpulan. Kesirnpulan diarnbil setelah melakukan penafsiran data dan tentunya dengan merujuk pada sumber-sumber yang relevan.
E.     Hasil Kajian Terdahulu
            Sejauh pengamatan dan pengetahuan penulis, karya ilmiah yang berjudul Quantum Teaching dalam Perspektif Profesionalisasi Guru Agama Islam belum pernah ada. Memang dalam satu sisi ada beberapa karya tentang Quantum, misalnya Quantum Learning Oleh Bobby De Porter; Quantum Business Oleh Bobbi De Porter; Quantum Learning Unit Program Pengalaman Lapangan Oleh Moh. Said; Quantum Learning dalam Perspektif Pendidikan Islam oleh Akhyat; Quantum Teaching oleh Bobbi De Porter; namun tidak satupun dari karya tentang Quantum ini yang secara khusus mengkaitkan pembahasannya dengan perspektif profesionalisasi guru agama islam, dan disisi lain ada banyak karya ilmiah tentang profesionalisme atau profesionalisasi, misalnya Profesionalisme dalam pendidikan Islam dalam buku Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam oleh Ahmad Tafsir; Meningkatkan Profesi dalam buku Peranan Kepala Sekolah pada Pendidikan Dasar oleh Made Pidarta; Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan 1994; Profesional Guru dalam Buku Menuju Masyarakat Belajar oleh Indra Djati Sidi dan sebagainya. Karya-karya tentang profesionalisme atau profesionalisasi inipun dalam pembahasannya secara khusus tidak mengkaitkan dengan Quantum Teaching dan Profesionalisasi Guru Agama Islam.
            Kenyataan ini dan kenyataan sebagaimana yang telah dipaparkan pada latar belakang msalah di atas ditambah keterkaitan terhadap Quantum Teaching yang ditawarkan oleh Bobbi De Porter dan keinginan untuk berpartisipasi dalam upaya profesionalisasi guru agama Islam menjadi dorongan kuat bagi penulis untuk memilih judul Quantum Teaching dalam Prespektif Profesionalisasi Guru Agama Islam dan tulisan ini.
F.     Sistematika Pembahasan
            Agar pembahasan tesis ini teratur dan terarah maka disusun secara urut bab demi bab. Dari masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub bab, kemudian dari masing-masing sub bang dibagi lagi menjadi anak sub bab dan seterusnya. Untuk lebih jelasnya dipaparkan sebagai berikut :
            Bab pertama, merupakan pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, hasil penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.
            Bab kedua, mengungkapkan konsep umum tentang Quantum Teaching, yang terdiri dari pengertian, sejarah singkat, landasan dan azas utama, prinsip-prinsip serta model dan langka-langka penerapannya.
            Bab ketiga,  mengenai profesionalisasi guru dalam pendidikan Islam yang terdiri dari pengertian profesionalisme guru, criteria profesionalisme guru, langkah-langkah pembinaan profesionalisme guru, pengertian pendidikan Islam, posisi guru dalam pendidikan Islam, syarat-syarat professional guru dalam pendidikan Islam, dan Profesionalisme guru dalam pendidikan Islam.
            Bab keempat, tentang analisis Quantum Teaching dalam Perspektif profesionalisme guru agama Islam yang terdiri dari Quantum Teaching dalam Pendidikan Islam, peranan Quantum Teaching dalam meningkatkan profesionalisme guru agama Islam, dan faktor-faktor pendukung dan penghambat penerapan Quantum Teaching dalam Profesionalisasi guru agama Islam.
            Bab kelima, penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

Akhyat, 2001/2001, Quantum Learning Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Tesis Program Pasca Sarjana
Ali, Mohammad, 1984, Guru Dalam Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar Baru
Ali, Mohammad, 1985, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung  : Sinar Baru
Aly, Noer, Heri, 2000, Watak Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Frista Agung Insani
Arikunto, Suharsini, 1986, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet. VII, Yogyakarta : Bumi Aksara
Arikunto, Suharsini, 1992, Pengelolan Kelas Sebuah Pendekatan Evaluatif, Cet III, Jakarta : CV. Rajawali
Badu, js dan Zain, Muhammad,Sutan,1996, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Sinar Harapan
Barry, Al, Yacub, Dahlan M, 2001, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Surabaya : Arkola
Buchari, Mochtar, 2001, Transformasi Pendidikan, Cet. II, Jakarta : PT.Pustaka Sinar Harapan
Dep.Dikbud, 1994, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum, Surabaya : BP. Dharma Bakti
Depag-RI, 1971, Al-Qur’an dan Tejemahannya, Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemahan Al-Qur’an
Evoy, Mc, J. P, Zarate Oscar, Mengenal Teori Kuantum, Cet. IV, Bandung : Mizan Media Utama
Fadjar, Malik, dkk, 2001, Platform Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cet II, Jakarta : PT. Logis Wacana Ilmu
Fahmi, Asama Hasan, 1979, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang
Furchan, Arief, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional
Hasan, Tholchah, Muhammad, 2000, Diskursus Islam dan Pendidikan, Cet. I, Jakarta : PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia
Hasyimi, Al, Abdul Hamid, 2001, Mendidik Ala Rosulullah, Cet. I, Jakarta : Pustaka Azzam
Ihsan, Fuad, 1997, Dasar-Dasar Kependidikan, Jakarta : Rineka Cipta
Imarah, Muhammad, Musthofa, 1371 H, Jawaahir Al-Bukhaari, Indonesia : Daar Al-Kutubi Al-Arabiyah
Indrafachruddi, Sukarto, 1996, Bagaimana Memimpin Sekolah Yang Efektif, Cet. I, Edisi III, Malang : CV. Ardi Manunggal Jaya
Indrakusuma, Daien, Amir, 1973, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional
Jamaly, Al, Fadhil, Muhammad, 1986, Filsafah Pendidikan Dalam Al-Qur’an, Cet. I, Surabaya : PT. Bina Ilmu
Kasiran, M, 2002, Pedoman Penulisan Tesis, Malang, Program Pascasarjana STAIN
Langgulung, Hasan, 1980, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung : Al-Ma’arif
Langgulung, Hasan, 1991, Kreativitas Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Pusaka Al-Husna
Langgulung, Hasan, 2000, Asas-Asas Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Al Husna Zikra
Maurice j, dkk, 2002, Cara-Cara Efektif Mengasuh Anak Dengan EQ, Cet III, Bandung : Kaifa
Mochtar, Affandi, 2001, Membenah Diskursus Pendidikan Islam, Cet. I, Jakarta : Kalimah
Nata, Abuddin, 1999, Metodologi Studi Islam Cet. III, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Nursisto, 1999, Kiat Menggali Kreativitas, Cet. II, Edisi I, Yogyakarta : PT. Mitra Gama Widya
Pidarta, Made, 1995, Peranan Kepala Sekolah Pada Pendidikan Dasar, Jakarta : Grasindo
Porter, De, Bobbi, 1999, Quantum Learning, Cet. V, Bandung : Kaifa
Porter, De, Bobbi, 2002, Quantum Teaching, Cet. VI, Bandung : Kaifa
Poster, Cyril, 2000, Gerakan Menciptakan Sekolah-Sekolah Unggul, Cet. I, Jakarta : Lembaga Indonesia Adidaya
Purwanto, Ngalim, 1997, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Cet. IX, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset
Qardhawi, Yusuf, 1998, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu pengetahuan, Cet. V, Jakarta : Gema Insani
Rahim, Husni, 2001, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia, Cet. I, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu
Ramayulis, 2001, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. III, Jakarta : Kalam Mulia
Said, Moh, 2001, Quantum Learning, Surabaya : Unit Program Pengalaman, Universitas Negeri Surabaya
Said, Muh, 1985, Ilmu Pendidikan, Bandung : Alumni
Samples, Bob, 2002, Revolusi Belajar Untuk Anak, Cet. I, Bandung : Kaifa
Shaleh Rachman, 2002, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, Cet. I, Jakarta : PT. Gema Windu Panca Perkasa
Sidi, Djati Indra, 2001, Menuju Masyarakat Belajar, Cet. I, Jakarta : Paramadina
Silbermen, Mel, 1996, Active Learning, Jakarta, YAPPENDIS
Sjalabi, Ahmad, 1972, Sedjarah Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Bulan Bintang
Spock Benjamin, 1982, Membina Watak Anak, cet.I, Jakarta : Gunung Jati
Sukartawi,1995, Meningkatkan Efektifitas Mengajar, Cet, I, Jakarta : Pustaka Jaya
Suwarno, 1992, Pengantar Umum Pendidikan, Cet. IV, Jakarta : PT. Rineka Cipta
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, PT.Remaja Rosda Karya, Cet. IV, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
Tasmara, Torto, 2001, Kecerdasan Rohaniah, Cet. I, Jakarta : Gema Insani
UU.RI, nomor  2, tahun 1989
Wahjosumidjo, 2001, kepemimpinan Dan Motivasi, Cet. V, Jakarta : Ghalia Indonesia
Wojowasito, s dan Poerwodarminta, w.j.s, 1980, Kamus Lengkap Inggeris – Indonesia, Cet. III, Bandung : Hasta
Zohar, Dana Dan Marshall Ian, 2001, SQ, Cet. IV, Bandung : Mizan
Zuhairini, dkk, 1983, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Cet. VIII, Malang : Biro Ilmiah Fakultas Tarbyah IAIN Sunan Ampel Malang
Lanjutkan Membaca...

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".

Dokumen AMDAL terdiri dari :

  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
Maksud pekerjaan penyusunan AMDAL adalah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi kegiatan proyek pada beberapa tahap antara lain: Pra konstruksi, Konstruksi, Operasi dan pasca operasi, terutama pada aspek yang diperkirakan akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan;
  2. mengidentifikasi rona awal terkait dengan area kegiatan proyek baik di tapak proyek maupun disekitar lokasi proyek;
  3. memperkirakan dan mengevaluasi dampak penting dan timbal balik antara lingkungan dengan kegiatan proyek,
  4. menyusun Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan.
Ruang lingkup studi AMDAL yang harus dilaksanakan meliputi: pekerjaan persiapan; pengumpulan data; deskripsi kegiatan; informasi rencana kegiatan kepada masyarakat; pengumpulan data sekunder; kajian kualitas udara dan tingkat kebisingan; kajian kualitas air; kajian biologi (flora dan fauna); kajian sosial-ekonomi & budaya, kajian kesehatan masyarakat; penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), dan Ringkasan Eksekutif AMDAL yang telah disetujui instansi berwenang

Prosedur AMDAL terdiri dari :
  • Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
  • Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
  • Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
  • Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.

Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).

Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Lanjutkan Membaca...

Profil Kami

Dusun Klating yang terdiri dari 216 kepala keluarga, dengan 652 jiwa, merupakan Dusun yang berpenduduk paling besar dan mempunyai luas wilayah yang besar pula dari 5 ( lima ) dusun lainnya yang berada di Desa Takeranklating Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Warga Klating pada umumnya bermata pencaharian sebagai petani dengan ditunjang adanya waduk sebagai sarana pengairannya. Tapi disamping sebagai petani ada juga yang menjadi pedagang dan membuat industri rumah tangga. 

Kehidupan warga sangatlah harmonis dan bersahaja karena mayoritas penduduknya beragama Islam yang taat. Sarana ibadah yang ada terdiri dari 1 masjid, 4 langgar / mushollah ditambah dengan adanya pondok pesantren (Pondok Pesantren Al-Musa'adah) sehingga semakin terasa kental nuansa keislamannya.
Pendidikannya juga sangat maju dengan didukung adanya beberapa lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta yang berada dalam naungan Lembaga Ma’arif. Mulai dari RA, TK, SD, MI, MTs dan SMP.



Lanjutkan Membaca...

Blog Archive

Labels